Oleh:
Annisa Prajawati
(Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuwan PC IMM Ahmad Dahlan Surakarta)
Tokoh Muhammadiyah yang biasa dikenal sebagai ulama sederhana ini memiliki keunggulan dalam intelektualnya. Kyai Haji Ahmad Azhar Basyir atau biasa dikenal dengan Azhar Basyir. Ia lahir di Yogyakarta, 21 November 1928. Tumbuh dan dibesarkan di lingkungan masyarakat yang berpegang kuat pada nilai agama, yaitu di kampung Kauman.
Putra pasangan Haji Muhammad Basyir dan Siti Dijalah ini mengalami dua sistem pendidikan yaitu pondok pesantren dan sekolah umum. Pendidikannya berawal dari Sekolah Rakyat Muhammadiyah di Suronatan, Madrasah Salafiyah Pondok Pesantren Termas (Jawa Timur), Madrasah al-Fallah (Kauman, Yogyakarta), Madrasah Menengah Tinggi (MMT), Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) Sunan Kalijaga, Universitas Baghdad (Iran), dan Universitas Kairo (Mesir).
Azhar Basyir memberikan kontribusi pada organisasi dan institusi baik dalam negeri, maupun luar negeri. Organisasi tersebut antara lain Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Organisasi Konferensi Islam (OKI). Beliau mengajar di beberapa perguruan tinggi antara lain Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga yang saat ini telah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Universitas Muhammidyah Malang (UMM), dan Universitas Islam Indonesia (UII). Ia juga pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia periode 1990-1995 M sebagai utusan atau delegasi dari golongan organisasi agama. Pada zaman 1945, Azhar Basyir turut serta dalam gelombang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan bergabung dalam kesatuan TNI Hizbullah Bataliyon 36 di Yogyakarta. Medan peperangan dijalaninya hingga situasi mulai kondusif.
Boleh dikatakan bahwa Azhar Basyir ini sudah aktif secara kultural di Muhammadiyah sejak masih kecil. Ia juga banyak bergabung dalam berbagai kegiatan di Majelis Tabligh Muhammadiyah yang membuat keaktifannya meningkat di lingkungan organisasi.
Berawal dari tugasnya sebagai sekretaris, hingga akhirnya diamanatkan sebagai ketua Pemuda Muhammadiyah sekitar dua tahun sejak organisasi ortom tersebut berdiri. Azhar Basyir juga pernah menjabat sebagai ketua Majelis Tarjih Muhammadiyah pada tahun 1985-1990. Pada Muktamar Muhammadiyah di Semarang tahun 1990, Azhar basyir diberi amanah di jajaran Ketua PP Muhammadiyah. Kemudian pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 di Yogyakarta pada tahun 1995, Azhar Basyir terpilih sebagai Ketua Muhammadiyah menggantikan K.H AR Fakhruddin.
Melalui gagasan dan pemikirannya, ia dikenal sebagai ulama yang menguasai ilmu agama. Dapat dikatakan Azhar Basyir adalah sosok perpaduan ulama dan intelektual. Sehingga, Muhammadiyah di bawah kepemimpinannya cukup rajin dalam memunculkan kegiatan-kegiatan yang berbentuk pengajian dan kajian dalam mengurai berbagai persoalan keummatan dan pemikiran keislaman.
Generasi muda perlu meneladani para tokoh Muhammadiyah yang mewarnai pemikiran dan gerakan persyarikatan. Termasuk Azhar Basyir yang memiliki beberapa karya buku antara lain, Refleksi atas Persoalan Keislaman, Garis-Garis Besar Ekonomi Islam, Hukum Waris Islam, Citra Manusia Muslim, Syariah Hadits, Falsafah Ibadah dalam Islam, Hukum Perkawinan Islam.
Pada awal Juni 1994, Azhar Basyir masuk rumah sakit karena beberapa komplikasi pada tubuhnya. Kondisinya yang kian memburuk, hingga akhirnya Azhar Basyir tutup usia di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sarjito setelah dirawat di PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Azhar Basyir wafat pada tanggal 28 Juni 1994 dalam usia 66 tahun.
Sumber :
http://m.muhammadiyah.or.id/id/content-166-det-kha-azhar-basyir-ma.html
https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/ponx2m458
https://www.google.com/amp/www.suaramuhammadiyah.id/2019/07/13/teladan-kh-ahmad-azhar-basyir/%3famp